Tulisan Renyah dan Gurih
![]() |
Foto Dok: BBC |
"Mas, tulisannya renyahβ, pesan WA di HP, tiba-tiba muncul dari sahabat lama saya. Ternyata ia membaca tulisan saya di blog BBC, Menulis Artikel. Saya hanya membalas dengan emotikon senyuman plus ucapan terima kasih.
Sebenarnya, apa yang saya tulis itu hanya menceritakan
kisah yang saya alami ketika ada dalam satu diskusi kepenulisan. Apa yang
menjadi kegelisahan para peserta diskusi, mungkin banyak orang yang akan
memulai menulis dengan segudang ide dan masih mampat. Intinya, bahwa ide itu
mungkin akan bisa tersalurkan dengan βkranβ yang saya tawarkan: definisi dan
narasi. Contoh definisi dan contoh narasi juga sudah saya jabarkan meski dengan
bahasa yang sederhana.
Saya masih yakin, banyak orang/penulis sering menghadirkan
tulisan tip model ini atau bahkan tip yang lebih komplit. Tetapi, saya hanya
mencoba untuk membuat tulisan itu mengalir dan enak untuk dibaca. Jika
diibaratkan krupuk, maka saya berusaha menawarkan krupuk yang renyah dan gurih.
Tidak hanya renyah saja, dan tidak hanya gurih saja, tetapi harus kedua-duanya.
Di sinilah nilai baca tulisan itu diuji. Ketika apa
yang disajikan itu renyah dan gurih, maka orang akan membacanya dengan enjoy. Mereka akan merasa membaca itu
mengasyikkan dan tidak menghadirkan kantuk. Mereka akan masuk pada satu situasi
bahwa membaca itu asyik dan tidak jumud. Karena asyik, maka untuk tidak
mengkhatamkan bacaan itu akan terasa sangat sulit. Sungguh eman (kata orang Jawa/Madura) jika harus tak mengkhatamkannya. Ada
pertentangan psikologis ketika harus menghentikan membacanya. Makanya,
bawaannya ingin khatam saja.
Saya bisa merasakan pengalaman diri saya sendiri
ketika membaca novel-novel karya Habiburrahman el Shirazy misalnya. Betapa pertentangan
psikologis itu hadir, ketika saya harus menghentikan pembacaan saya sebelum
akhir cerita. Atau membaca novel-novel Andrea Hirata. Cerita yang mengalir dan
bahasa yang mengasyikkan seolah mengharuskan saya untuk membacanya sampai
tuntas.
βGurih juga dan inspiratif, Masβ. Teman membalas WA saya
(emotikon senyum dan ucapan terima kasih) tadi. Nah, dalam perspektif ini, seperti
yang saya tuliskan di atas, bahwa kerenyahan dan kegurihan dalam tulisan itu
memang perlu dihadirkan secara bersama sama. Artinya, jika keduanya bisa
dihadirkan dalam waktu yang bersamaan, maka bisa dipastikan pembaca akan anteng
membaca sampai selesai, meskipun beratus-ratus halaman tulisan itu.
Tetapi, jika yang dihadirkan hanya salah satu,
anggaplah tulisan yang gurih saja, maka analoginya, bisa saja krupuk yang gurih
itu melempem/tidak renyah. Karena melempem, maka orang akan menjadi berpikir
dua kali untuk mengonsumsinya. Bisa jadi, orang yang akan mengonsumsi memiliki
masalah di seputar mulut karena memakai gigi palsu, misalnya. Karena gigi palsu
yang ada, maka ia ketakutan untuk makan krupuk yang melempem karena khawatir
mengganggu βeksistensiβ gigi palsunya.
Sama dengan tulisan, maka ketika yang dihadirkan hanya
gurih tapi tidak renyah, maka akan ada berbagai alasan bagi pembaca untuk βlariβ
dari tulisan itu. Yang paling memungkinkan karena tulisannya melempem. Bisa
jadi, tulisan itu hanya datar-datar saja, tidak memiliki daya dorong/azimah pada pembaca untuk masuk ke
βpesan sakralβ tulisan itu. Meskipun sudah diramu dengan bahasa yang gurih,
tapi tetap saja, tidak renyah. Ini juga akan kurang menarik bagi pebaca.
Atau, bisa saja tulisan itu renyah tapi tidak gurih. Ditulis dengan bahasa yang kocak dengan pesan sakral yang juga bagus, tapi lagi-lagi pembaca tidak tertarik karena tak ada βkegurihanβ dalam tulisan itu. Bisa jadi, penempatan tanda baca seperti titik, atau koma, atau pilihan kata yang ada kurang bisa merepresentasikan βkegurihanβ tulisan itu. Ada penulis yang masih belum terlalu memperhatikan penempatan tanda baca. Kadang satu paragraf ada yang sangat panjang, dan hanya ada satu kalimat, karena hanya dibumbui dengan tanda koma. Seolah-olah penulis memaksa pembaca untuk terus membaca tanpa ada βtempat pembehentianβ, meskipun harus membuat pembaca βtersengal-sengalβ. Ini yang kemudian membuat pembaca βtidak asyikβ untuk membacanya. Atau ada yang selalu identik dengan tanda titik, meskipun sebenarnya masih harus di-koma, karena masih belum waktunya berhenti. Jadi, tulisan itu akan mengantarkan pembaca pada situasi βngerem mendadakβ, berangkat lagi, βngerem mendadakβ lagi. Seperti dalam satu kendaraan yang jalannya tidak stabil, tak ada kenyamanan dalam membaca.
Maka dari itu, tulisan yang renyah dan gurih akan memberikan kenyamanan dan keasyikan tersendiri pada pembaca untuk βmelahapβ dan menikmati tulisan itu sampai tuntas. Kenyamanan dan keasyikan yang akan mengantarkan pembaca pada kedalaman βpesan sakralβ yang inspiratif dalam tulisan yang dibacanya. Semoga saja begitu!
Ketika membaca tulisan pak kabid ini, sepertinya menulis itu terasa sangat mudah dan mudah sekali tetapi ketika dicoba waaaah.........
BalasHapusSelamat mencoba, Insyaallah mudah menulis pakπππππ
HapusBetul pak...terasa sangat mudah, tetapi ketika dicoba sulitnya luar biasa. Tetapi itu lebih baik dari pada tidak pernah mencoba sama sekali. Menjadi penulis itu butuh proses dan harus terus diasah. Ibarat besi, untuk menjadi pisau harus dibakar dan ditempa. Setelah menjadi pisau harus senantiasa diasah agar pisau tetap tajam.
BalasHapusSepakat, kita harus terus mencoba dan mengasah keterampilan menulis kita, agar tulisan kita bisa enak dibacaππππ
HapusYa, bener2 tidak hanya renyah dan gurih, bahkan ada nikmatnya, sehingga saya santap tuntas tulisan Bosku ini, tetapi dampaknya, nasi rawon panas kiriman tetangga yang baru sesendok masuk mulut, kini membeku bagaikan air di freesher ... oh nasib.. nasib... renyah gurih .. krupukku mlempem
BalasHapusHahaha, goreng lagi krupuknya pak, biar renyah lgπππ
HapusMemang sangat dirasa ketika membaca banyak karya bawaannya ngatuk saja. Saya pun sepakat, sebab kegurihan dan kerenyahan tak nampak dalam tulisan tersebut. Ujung-ujungnya berat untuk membaca tuntas. Atau barangkali diri ini yang kurang daya baca...
BalasHapusHehehe baca buku yg disukai dulu, biar tidak ngantuk πππ
BalasHapus